Salam Kami


doa rabithah

doa rabithah

HADAPILAH...SHOUTUL HARAKAH

Minggu, 23 Januari 2011

Pemuda Dambaan Ummat

Saat ini bangsa kita berada pada fase kehidupan kebangsaan yang mengkhawatirkan. Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh kualitas para pemudanya. Namun kita saksikan sekarang, secara faktual kita melihat potret abu-abu kehidupan remaja.
Tak terkecuali remaja muslim, yang notebene merupakan pilar utama bangsa ini, mengalami krisis identitas. NAmun, menjadikan remaja atau pemuda islam menjadi cahaya bagi ummat bukanlah mimpi di siang bolong. KArena panduan memulai dan membina diri remaja sudah Allah turunkan.
Islam memiliki segala perangkat untuk membina pemuda menjadi cahaya ummat.
MUSTAFA AL-RAFI’IE menggambarkan masa muda dengan mengatakan bahwa pemuda adalah kekuatan, sebab matahari tidak dapat bersinar di senja hari seterang ketika di waktu pagi. Pada masa muda ada saat ketika mati dianggap sebagai tidur, dan pohon pun berbuah ketika masih muda dan sesudah itu semua pohon tidak lagi menghasilkan apa pun kecuali kayu. (Ashur Ahams; 1978).
Berbicara masalah pemuda, tentunya kita tidak boleh melupakan dari sosok pribadi penyokong dari idealisme pola pikir pemuda itu sendiri. Selain itu, perlu pula pemahaman tentang makna realitas kehidupan bagi mereka.
Pemuda merupakan istilah yang ditunjukkan bagi orang-orang yang berada pada suatu tahap kehidupan tertentu dalam rangka perjalanan kehidupan mereka mencapai makom kedewasaan. Bagi komunitas pemuda, realitas kehidupan yang dihadapinya sehari-hari sering kali dipersepsikan sebagai kenyataan-kenyataan yang membatasi idealisme dan hasrat (bersifat muluk) yang mendominasi pikiran mereka. Berbeda dengan orang dewasa, dimana tipikal orang dewasa cenderung untuk melihat kenyataan itu sebagai bagian dari suatu dunia nyata yang mapan.
Dalam hal ini, perlu disadari bersama bahwa bagi setiap insan kamil. Tahap kedewasaan merupakan tahap kehidupan yang pasti dijalaninya. Yang mana, bila pada tahap muda dapat dicapai afeks pertumbuhan fisikis manusia, maka dalam tahap dewasa terjadi kematangan pertumbuhan psikik manusia.
Arti lainnya, kedewasaan seseorang itu minimal harus memenuhi enam syarat, yaitu: (1) Memiliki kemampuan lebih banyak diam daripada berbicara. Artinya ia memiliki kemampuan mendengar lebih baik. Diamnya orang dewasa itu, semata-mata untuk kebaikan.
(2) Memiliki empati yang tinggi. Yakni memiliki kemampuan melihat sesuatu itu, bukan saja hanya dari sisi pribadinya, tetapi juga dari sisi orang lain. (3) Bersikap waro. Orang dewasa itu dalam tindakannya selalu ditata dengan hati-hati terhadap segala hal. Apabila kita berperilaku tidak hati-hati, berarti kita sama dengan anak kecil. Lagian, semakin kita ceroboh, maka kita makin tidak dewasa saja.
(4) Seorang dewasa itu harus memiliki sikap amanah. Yakni pribadinya memiliki kemampuan bertanggung jawab. Orang dewasa itu, harus full tanggung jawab. Semakin seseorang tidak tanggung jawab, maka ia adalah seorang pengecut/ munafik, bukan orang dewasa lagi.
(5) Dapat menjadi suritauladan. Seorang dikatakan dewasa, jika ia mampu menjadi suritauladan bagi keluarganya, anak-anaknya, istrinya, dan lingkungan ummatnya. (6) Bertindak adil. Seorang dikatakan dewasa adalah dilihat dari kemampuan bertindak adil. Tidak berat sebelah dalam suatu keputusan yang diambilnya.
Dari konsep tersebut, kemudian paling tidak akan memunculkan sifat responsif dari pemuda berupa hasrat yang kuat untuk secepatnya mengembangkan kedewasaan dan kematangan psikik mereka. Kemunculan hasrat ini, dikarenakan kesadaran para pemuda bahwa kedewasaan akan memberikan kepada mereka peluang yang lebih besar untuk berkembang dan berkontribusi secara universal kepada bangsa dan negara.
Untuk itu, bulan Oktober merupakan moment yang tepat untuk mengingatkan kembali akan eksistensi dan sikap pemuda yang mesti dimiliki dan dikembangkan dalam rangka menghadapi tantangan dimasa depan. Namun demikian, hendaknya setiap pemuda muslim berhubungan dengan moral, tingkah laku, dan kebijaksanaan yang dituntut dari pemuda muslim yang digariskan dalam Alquran.
Berkait dengan itu, Dr. M. Manzoor Alam (1989: 40-43), menyebutkan ada sifat-sifat dasar yang dituntut dari pemuda Islam itu. Pertama, percaya dan hanya menyembah kepada Allah. Penundukkan diri sepenuhnya, pengikat diri secara total dan penyerahan diri seutuhnya kepada Allah adalah ciri pemuda yang utama. (QS. 17; 23 dan QS. 31: 12-13).
Kedua, baik terhadap orang tua. Islam menekankan pentingnya berbuat baik terhadap orang tua. Hal ini bukanlah demi kepuasan keberadaan sebagaimana yang lazim dalam masyarakat Barat. Tetapi pemuda Islam selalu menyadari kenyataan bahwa berbuat baik terhadap orang tua, memelihara mereka dalam saat yang diperlukan, memohon ampunan Allah bagi mereka, merupakan bagian dari penyembahan kepada Allah Yang Maha Kuasa. (QS. 17: 23).
Ketiga, jujur dan bertanggung jawab. Pemuda Islam hendaknya berikhtiar untuk memanfaatkan karunia atau anugrah yang dilimpahkan kepada mereka seproduktif mungkin. Karunia ini tidak hanya berupa kekayaan, tetapi meliputi pula segala hal seperti kekuasaan dan kedudukan, kesehatan, tindakan, pengetahuan, dll. (QS. 17: 16-17).
Keempat, persaudaran dan kasih sayang. Pemuda Islam hendaknya memiliki sifat mencintai sesamanya dan hendaknya dijiwai oleh semangat berkorban. Mereka hendaknya bagaikan sebuah bangunan yang kekuatannya terletak pada kekompakan dari komponen-komponen yang membentuk bangunan itu. (QS. 49: 10 dan 3: 103).
Kelima, bermusyawarah. Pemuda Islam harus berpegang kepada bermusyawarah dan harus selalu mentaati norma-norma permusyawarahan, seperti diamanatkan dalam Alquran Surat Asy-Syurura (42): 38 dan Ali ‘Imran (3): 159.
Sifat-sifat dasar tersebut mesti di bangun pada tiap-tiap pemuda Islam untuk menjadi sebuah idealismenya. Baru dari komitmen tersebut, akan melahirkan pemuda-pemuda ideal yang diharapkan menjadi generasi Rabbi Rodhiya.
Yang mana, generasi Robbi Rodhiya ini setidaknya memiliki parameter-parameter yang bisa kita amati, diantaranya berupa:
v Mempunyai keterikatan pada Ilahi. Di dalamnya terhujam rasa cinta yang membara kepada Allah dan melangkahkan kaki sesuai dengan kehendak Allah, sebagai kekasihnya. Satu-satunya alternatif dalam hidupnya adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. (QS. 6: 162 dan QS. 3: 31).
v Memiliki keberanian untuk berjihad dengan harta dan jiwa demi tegaknya kalimatullah. (QS. 9: 41).
v Berserah diri secara total (kafah) kepada Allah dengan harapan mendapat petunjuk dan keridhoan-Nya. (QS. 2: 128).
v Memberikan penghormatan kepada kedua orang tuanya sebagai salah satu alternatif untuk mendapatkan keridhoan Allah. (QS. 17: 23-24 dan QS. 31: 14).
v Membina diri untuk selalu menegakkan sholat, berakhlak bijaksana dalam da’wah serta memiliki kesabaran dalam menghadapi cobaan. Dan rendah hati, tidak takabbur, dan tidak ingin pujian serta membantu orang yang lemah dengan harapan mendapat cinta Allah. (QS. 31: 17).
v Gandrung akan ilmu pengetahuan, peka terhadap lingkungan, banyak berdzikir dan pandai membaca situasi dan kondisi yang berkembang. (QS. 39:91).
v Memiliki perkataan dan tingkah laku yang lemah lembut, sangat kuat pendiriannya terhadap kebenaran, bagaikan bangunan yang berdiri kokoh, sehingga ia tidak takut dan berduka cita. (QS. 46: 13-14).
v Gemar membaca Alquran dan menjadikannya sebagai sistem kehidupan. Dengan Alquran ia dapat membedakan antara haq dan bathil, cara berpikir dan bertindaknya didasari pada Alquran dan Sunah Nabi. Ia berusaha untuk menjadi Quran yang hidup dan ia tidak suka kalau hanya bicara tanpa beramal, karena Allah memang tidak suka pada yang demikian. (QS. 2: 44 dan QS 61: 2-3).
Alangkah indahnya, bila ciri-ciri tersebut ada dalam pemuda Muslim Indonesia. Dan Pemuda seperti itulah harapan ummat. Pertanyaannya, mampukah kita membangun terwujudnya pemuda yang sesuai dengan tuntutan Alquran tersebut?

0 komentar: